Media Duta, Luwu Utara — Aliansi Mahasiswa Peduli Daerah (AMPERA), yang terdiri dari mahasiswa dan elemen masyarakat adat, terpaksa menghentikan aksinya di Monumen Masamba Affair, Kelurahan Bone, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (16/4/2025).
Aksi tersebut dibubarkan setelah muncul gangguan dari kelompok tak dikenal yang bertindak represif.
Insiden ini dinilai sebagai lebih dari sekadar gangguan teknis. Menurut AMPERA, tindakan represif tersebut mencerminkan retaknya komitmen terhadap demokrasi lokal di Luwu Utara. Aliansi yang hendak menyampaikan aspirasi terkait isu-isu penting seperti pembangunan infrastruktur, batas wilayah, dan akses pelayanan dasar justru mendapat perlawanan dengan pendekatan koersif.
“Ini sangat tidak adil karena isu yang kami sampaikan itu adalah isu yang selama ini kami gaungkan tapi tidak ada respon dari bupati sebelumnya. Maka melalui momen ini isu tersebut kami rampungkan dan akan kami sodorkan pada bupati yang baru supaya itu menjadi prioritas mereka,” ujar Frengky, Jenderal Lapangan aksi.
Frengky menuturkan bahwa AMPERA sebelumnya telah mengajukan permintaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bupati dan Wakil Bupati Luwu Utara. Namun permintaan tersebut ditolak dengan alasan sedang berlangsung kegiatan keagamaan Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) tingkat provinsi di Taman Siswa Masamba.
“Alasan itu tidak dapat dijadikan dalih untuk menutup ruang konstitusional warga negara, apalagi dalam menyampaikan pendapat di muka umum,” tegasnya.
Namun bukannya dialog, massa aksi justru mendapat perlakuan intimidatif dari kelompok yang tidak dikenal. Bahkan aparat kepolisian yang berada di lokasi dinilai tidak mampu mencegah atau menindak tegas aksi premanisme yang terjadi.
“Kami sangat menyayangkan pihak kepolisian atas kurangnya pengawasan terhadap massa aksi sehingga insiden ini menimpa kami di lapangan, padahal sebelumnya kami sudah memasukkan surat izin aksi sehari sebelum turun ke lapangan,” terang Frengky.
Menanggapi hal tersebut, Kasat Intelkam Polres Luwu Utara, Iptu Suhardi, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya mencegah gangguan terhadap jalannya aksi.
“Personel Polres Luwu Utara berupaya menghalau adanya upaya protes dari kelompok masyarakat terkait aksi unjuk rasa dari AMPERA,” jelas Suhardi.
Meski demikian, pihak AMPERA menilai kehadiran aparat di lapangan tidak efektif dalam menjamin keamanan massa aksi, serta menyoroti indikasi adanya pembiaran terhadap tindakan represif yang terjadi.
Aksi ini menjadi sorotan publik karena mencerminkan terbatasnya ruang partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di daerah, khususnya bagi kelompok masyarakat adat dan pedalaman yang selama ini merasa terpinggirkan.