PALOPO — Sejak dikeluarkannya Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Republik Indonesia No. 2 Tahun 2017 tentang perubahan Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) memancing tanggapan miring, alis pro kontra di kalangan masyarakat.
Pro Kontra Perppu nomor 2/2017 itu malam ini dibahas di Warkop D’Lino Palopo bersama M Rajab, anggota Komisi A DPRD Sulsel dari Fraksi Partai NasDem, Jumat (8/12).
Kelompok yang kontra berargumen bahwa Perppu tersebut (1) menunjukkan watak otoriter pemerintah Joko Widodo yang bisa membahayakan bagi otonomi masyarakat dan masa depan bangsa dan negara, (2) telah memberangus kebebasan berekspresi dan berserikat masyarakat yang juga digaransi oleh Konstitusi UUD 1945, (3) bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang menjadi “ruh” Bangsa dan Negara Indonesia, dan (4) berpotensi untuk disalahgunakan oleh rezim penguasa baik sekarang maupun di masa datang guna melarang ormas-ormas yang dipandang oleh pemerintah telah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Sementara itu kelompok yang pro (baik elit maupun masyarakat bawah) berpendapat bahwa Perppu tersebut dibuat karena dilatari oleh spirit untuk, antara lain, merawat kebhinekaan dan kebangsaan serta menjaga toleransi dan hak-hak sipil masyarakat yang selama ini dirusak oleh sejumlah kelompok radikal-intoleran.
Mereka juga berargumen bahwa kebebasan dan demokrasi itu ada batasnya, tidak bisa dibiarkan berkembang liar yang justru akan menodai dan merusak spirit kebebasan dan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Lantas, dimanakah posisi M Rajab?
Lelaki kelahiran Masamba itu sudah barang tentu tidak akan jauh-jauh dari garis politik Partai NasDem sebagai partai berkuasa yang pro pemerintah.
Menurutnya, pemerintah sudah tepat mengeluarkan senjata pamungkas tersebut untuk sekedar ‘menertibkan’ ormas-ormas yang dianggap radikal selama ini.
“Kita tentu ingin keberlangsungan NKRI ini untuk selama-lamanya, sehingga potensi-potensi perpecahan antar anak bangsa, sedini mungkin harus dicegah, Perppu nomor 2/2017 itu sebagai payung hukum negara mengamankan ideologi bangsa ini dari radikalisme agama pada ideologi negara, yakni Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi kesepakatan kita sebagai satu bangsa besar, majemuk dan plural ini,” kuncinya.(*)