Luwu Utara, MediaDuta – Aksi demonstrasi menolak kehadiran PT Kalla Arebamma (PT KA) di Kecamatan Rampi, Luwu Utara, yang berlangsung pada 29 Juli 2025, menuai beragam tanggapan. Salah satunya datang dari Camat Rampi, Usniati S Parman yang menyampaikan refleksinya sebagai putri asli tanah Rampi, bukan dalam kapasitasnya sebagai pejabat.
Dalam pernyataannya ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap sebagian demonstran yang menolak berdialog dengan pihak perusahaan maupun pemerintah daerah. Padahal, menurutnya, PT KA telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi dari pemerintah, sehingga kehadirannya adalah legal menurut hukum.
“Kitab suci agama apapun mengajarkan untuk taat pada pemerintah. Aksi penolakan terhadap PT KA berarti juga menolak kebijakan pemerintah,” ungkap Usniati kepada awak media, Kamis (31/7/2025).
Ia menanggapi beberapa tudingan yang dilontarkan demonstran, antara lain terkait tuduhan bahwa PT KA tidak pernah melakukan sosialisasi, telah memulai produksi, hingga menjual sebagian IUP mereka.
Menurutnya, pihak perusahaan sudah mencoba melakukan sosialisasi namun ditolak, dan seluruh tuduhan tersebut telah dibantah langsung oleh pihak direksi PT KA dalam forum yang seharusnya menjadi ruang klarifikasi.
Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat Rampi untuk berpikir lebih luas mengenai potensi dampak positif dari keberadaan PT KA di wilayah tersebut. Ia menyebutkan beberapa manfaat langsung yang bisa diperoleh masyarakat, antara lain perbaikan jalan poros Masamba–Rampi dengan dana Rp500 miliar, pembangunan jaringan listrik, peluang kerja bagi masyarakat lokal hingga 75%, dan kontribusi melalui CSR untuk pendidikan serta fasilitas umum.
“Listrik yang kita gunakan saat ini terbatas. PT KA menjanjikan pembangunan instalasi listrik yang juga bisa dinikmati masyarakat. Jalan yang sudah kita nikmati sekarang, jembatan Wai Mui yang diperbaiki, semua itu tidak bisa kita pungkiri,” katanya.
Ia juga mempertanyakan mengapa penambang ilegal di Rampi tidak pernah menjadi sasaran aksi demonstrasi, padahal aktivitas mereka dianggap lebih merusak dan tidak memiliki kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah.
“Sudah berapa banyak ternak yang mati karena limbah penambang ilegal? Sudahkah mereka membangun jalan atau memberi beasiswa? Mengapa mereka tidak didemo? Mungkin karena sebagian dari demonstran juga pelaku penambangan ilegal,” ungkapnya.
Mengakhiri refleksinya, ia mengajak seluruh elemen masyarakat Rampi untuk kembali pada nilai-nilai adat dan musyawarah. Ia juga menyampaikan pesan dari Wakil Bupati Luwu Utara yang hadir dalam aksi tersebut namun ditinggalkan saat hendak berbicara dengan para peserta aksi.
“Wakil Bupati bilang, ‘Yang pahit jangan cepat dimuntahkan, bisa jadi itu obat. Yang manis jangan terlalu cepat ditelan, bisa jadi itu racun.’ Kalimat itu dalam sekali,” ujarnya dengan nada haru.
Sebagai penutup, ia mengajak masyarakat untuk mempersiapkan diri membangun usaha tambang rakyat yang legal, seperti IPR atau WPR, dan tidak sekadar menolak tanpa memberi alternatif solusi.
“Mari kita bersikap adil, berpikir demi kemajuan bersama, bukan demi kepentingan sendiri. Saya bicara bukan sebagai camat, tapi sebagai anak asli Rampi,” tutupnya.