Ini Harapan Guru SD di Rampi, Pengunggah Foto Jenazah Digotong 36 Km

LUWU UTARA — Sebagai kerabat dekat Mesak Wungko, Nefliati Lasoru adalah netizen yang pertamakali mengunggah foto jenazah digotong sejauh 36 KM, yang kemudian viral dan jadi isu nasional 3 Desember 2017 lalu.

Nefliati adalah guru honorer yang mengajar di SDN 107 Dodolo, Rampi. Kepada Media Duta Online saat dihubungi via telepon setelah fotonya ramai jadi bahan perbincangan, ia bercerita banyak seputar perjalanan jenazah almarhum Mesak Wungko, warga Desa Onondowa Kecamatan Rampi yang digotong 36 kilometer menuju peristirahatan terakhirnya di Desa Onondowa.

Bacaan Lainnya

Nefliati mengaku sedih karena kejadian (jenazah ditandu) ini bukanlah kejadian pertama. Sebelumnya, ia juga pernah merasakan hal serupa, saat ayahandanya dipanggil Yang Maha Kuasa, setahun lalu.

“Saya merasa sedih karena kejadian ini sudah sering dialami warga Rampi. Kami ingin pemerintah cepat tanggap dan membuka akses jalan, kami tak bermaksud lain, kami juga sudah capek dijanji-janji oleh elit politik setiap datang kampanye,” ungkap Nefliati, Rabu (6/12).

Saat jenazah Mesak digotong, ia mengaku tak ikut serta, namun adiknya yang mengiringi jenazah selama dua hari dua malam dari Bada Sulawesi Tengah ke Onondowa Rampi, bercerita padanya, jika banyak rintangan yang musti dilalui sekitar 40-an orang yang ikutserta dalam perjalanan tersebut.

Melewati hutan belantara, jurang, dan lembah serta sungai yang ketinggian air mencapai leher orang dewasa, membuat ia tak kuasa menitikkan air matanya. Sungai itu meluap karena hujan deras sehingga keranda mayat harus diangkat tinggi-tinggi, sampai-sampai ada yang hampir hanyut, tuturnya.

Lebih parah lagi, terdapat sebuah jembatan gantung yang konon, harus dibayar warga ketika melalui jembatan kayu tersebut. Kata Nefliati, jembatan itu menghubungkan tiga desa dimana anak sekolah yang lewat dikenakan biaya Rp5000 per satu kali lewat.

“Jembatan gantung di Desa Dodolo ini biasa dilalui anak sekolah, jika naik motor mereka harus bayar Rp5000 setiap satu kali lewat, jembatan ini menghubungkan tiga desa yang ada, seharusnya pelajar yang lewat situ tidak usahlah ditarif,” ucap Ati.

Buruknya infrastruktur jalan praktis membuat harga barang di Kecamatan daerah dataran tinggi Luwu Utara itu lebih mahal dari daerah lain di Luwu Utara.

“Harga barang disini mahal, karena lewat pesawat, atau ojek karena transportasi masih susah, kami berharap ini juga jadi perhatian pemerintah,” imbuhnya. Masamba-Rampi jika naik ojek, katanya, harganya paling murah Rp700 ribu. Biasa pula sampai Rp1,5 juta tergantung kondisi cuaca/jalanan saat itu. Kalau musim hujan lebih mahal.

Bukan hanya itu, tenaga pengajar dan kesehatan di Kecamatan Rampi juga dikeluhkannya, terutama yang berasal dari luar Rampi. Ia bilang, mereka kalau pergi ke kota (Masamba), biasanya lama baru kembali. “Mungkin karena kondisi jalan dan tingginya biaya transportasi sehingga guru atau paramedis biasanya agak lama baru pulang kembali bertugas,” terangnya.

Lewat kesempatan ini, ia berharap pemerintah terutama Bupati Indah Putri Indriani lebih memperhatikan lagi kawasan berpenduduk tiga ribuan jiwa lebih itu. “Harapan kami, sarana jalan dulu diperbaiki, karena berpengaruh pada tingginya biaya hidup, belum lagi tenaga pengajar dan kesehatan, jalan di Seko menurut kami sudah lebih bagus daripada kami di Rampi, tolonglah agar ini direalisasikan,” harapnya.(*)

BACA JUGA: Soal Jenazah yang Digotong Sejauh 36 Km, Pemerintah Daerah Tidak Tutup Mata

BACA JUGA: Jenazah Ditandu 36 Kilometer di Rampi Luwu Utara, Netizen: Papua Tak Separah Ini  

BACA JUGA: EDITORIAL: Rampi Masih Wilayah NKRI, Bukan?

 

Pos terkait