Di Talkshow Bincang Iccang, KPU dan Bawaslu Ingin Masyarakat Lawan Perilaku ‘Politik Uang’

PALOPO — Politik uang kembali jadi hantu menakutkan bagi calon legislatif (Caleg) yang berkualitas tetapi harus tersingkir di Pemilihan Legislatif 2019 gegara kapabilitas mengalahkan ‘isi tas’.

Hal ini mengemuka dalam diskusi Bincang Iccang, sebuah talkshow kekinian yang membahas tema-tema yang sedang jadi polemik di tengah masyarakat, Senin 7 Januari 2019 di Warkop Markopo, Jalan Mungkasa Wara Timur, Palopo.

Bacaan Lainnya

Dipandu jurnalis Iccang Razcal, tema yang dibincangkan adalah “Politik Uang, Dosa atau Rezeki?” dengan menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Iswandi Ismail anggota KPU Palopo divisi hukum dan pengawasan, Asbudi Dwi Saputra selaku Ketua Bawaslu Palopo, Edy H Mayseng caleg nomor urut 7 dari PDI Perjuangan Dapil 1 untuk DPRD Palopo, Syamsul Alam Caleg no. 8 PAN Dapil Luwu Raya XI untuk DPRD Sulsel dan Irsyad Djafar seorang pengamat dan pemerhati demokrasi yang juga Direktur Eksekutif Komisi Pemantau Kinerja Eksekutif-Legislatif (KPK ELY).

Di hadapan audiens, Bawaslu mengaku terkendala oleh minimnya partisipasi masyarakat dalam ikut membantu memberikan temuan dugaan politik uang meski sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, namun UU ini, kata dia, hanya mengatur larangan politik uang terbatas waktu dan objek.

“Aturan itu memungkinkan orang melakukan praktik politik uang selama mereka bukan bagian dari tim kampanye, peserta pemilu, atau pelaksana pemilu. Dalam UU 7/2017 sanksi politik uang bisa dilakukan ke siapa saja tapi hanya dalam masa pemungutan dan penghitungan suara. Tapi dalam masa kampanye, selama politik uang tidak dilakukan peserta pemilu, tim kampanye, pelaksana kampanye masa unsur subjeknya tidak terpenuhi,” ungkap Asbudi. Selain itu dalam regulasi yang baru tadi, imbuh Asbudi, hanya pemberi yang mendapat sanksi, sedangkan penerima bebas dari sanksi. Segi positifnya, pemberi lebih leluasa atau bebas membuat laporan atau mengadu pada kami, ucapnya.

Lain halnya mantan jurnalis Iswandi Ismail yang kini duduk sebagai anggota KPU Palopo merasa bahwa paradigma masyarakat dalam memandang politik uang sebagai dosa yang sudah menjadi fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak terlalu menjadi perhatian para Pemilih disebabkan dua faktor.

“Kami berpendapat, politik uang ini sulit hilang di setiap Pemilu karena sedikitnya ada dua faktor utama, meski fatwa haram MUI menyebut itu dosa, mengapa, karena pertama, masyarakat masih melihat itu sebagai rezeki bukan sebagai dosa, meskipun dari segi regulasi, aturan sudah cukup tegas dan memadai, kedua, faktor caleg itu sendiri yang merasa kurang percaya diri sehingga harus menempuh jalan pintas atau jalan sesat, kami tidak boleh skeptis, makanya kami apresiasi acara ini, sosialisasi tentang bahaya money politics memang harus terus kita gemakan dan kita lawan,” tandas Wandi, sapaan akrab mantan jurnalis yang juga penyiar radio Makara FM itu.

Beda halnya Edy Maiseng yang menganggap angka 33% terjadinya praktik Politik Uang di setiap Pemilu, sesuai penelitian DR Burhanuddin Muhtadi akibat lemahnya moral baik pemberi maupun penerima uang, terutama sang Caleg, selain karena faktor pengawasan yang masih sering kecolongan alias longgar, sebutnya.

“Ini tugas berat bapak-bapak di penyelenggara (KPU) dan pengawas Pemilu (Bawaslu), saya katakan ketidakmampuan Caleg menjual potensi diri mereka kemudian melakukan money politics karena kita tidak berani tegas melawan itu, jangan salahkan masyarakat yang pragmatis menerima sogokan, tetapi politisi nakal harus memang diberi sanksi tegas, kita belum beranjak dari hal normatif yang menjadikan pemilu hanya diukur dari tingginya angka partisipasi pemilih yang datang ke TPS, kita bangga dan merasa sukses dengan 70 atau 80% angka partisipasi publik tetapi kita lupa jika dari angka tersebut, kata peneliti Muhtadi, ada 33% pemilih yang datang bukan karena hati nurani tetapi lebih disebabkan balas budi akibat permainan Politik Uang,” tegas Edy Maiseng yang mendapat tepuk tangan keras audiens.

Senada, Caleg PAN yang juga mantan komisioner KPU Palopo, Syamsul Alam menyebut, masyarakat tidak boleh hanya menunggu dan berharap KPU dan Bawaslu bisa menuntaskan persoalan Politik Uang. Peran kelompok-kelompok masyarakat, sebutnya, sangat penting untuk turut membantu tugas KPU dan Bawaslu. “Saya apresiasi jika ada kelompok masyarakat yang turut peduli dan mau turun tangan membantu pihak KPU dan Bawaslu mengamati perilaku Politik Uang, komunitas warga peduli Pemilu Berkualitas itu lebih efektif, baik dalam mencegah maupun melaporkan tindakan melawan hukum para pelaku money politics,” cetusnya.

Sementara itu Irsyad Djafar, yang juga mantan Caleg di Kabupaten Luwu Pemilu 2014 lalu mengaku ada ke-engganan masyarakat mengadu soal Politik Uang selain takut mereka juga skeptis laporan mereka diapresiasi dengan hukuman maksimal atau efek jera kepada pelaku, karena dalam regulasi yang ada masih banyak celah bagi Caleg nakal untuk bermain cantik, katanya.

Talkshow independent Bincang Iccang dengan durasi ini 2,5 jam ini juga diselingi hiburan musik akustik dari penyanyi solo, Opick yang kini hadir dengan brand Titik Embunnya.

Acara ini banyak mendapat apresiasi positif Warganet karena disiarkan langsung di grup Facebook Palopo Live dengan kemasan sederhana tetapi penuh ide-ide dan gagasan positif tentang bagaimana menjadikan Pemilu 2019 ini lebih berkualitas, yang akhirnya, pemimpin yang lahir adalah pemimpin pilihan dan terbaik, sesuai ekspektasi masyarakat.

Meskipun diwarnai hujan deras, namun tidak mengurangi antusiasme hadirin untuk datang. Nampak di deretan tetamu yang hadir, selebgram Anjas Chambank, anggota KPU Palopo Jaya Hartawan yang kebetulan juga mantan jurnalis, serta staf Bawaslu, pemerhati demokrasi dan aktivis kampus serta insan media.(**)

Pos terkait