MEDU-ONLINE | Kisah penutupan akses jalan di kota Palopo tepatnya di Jl. Sungai Rongkong, Salubulo Wara Utara rupanya bukanlah kejadian satu-satunya di Indonesia.
Kejadian serupa pernah terjadi juga di Pekanbaru, Riau.
Malah di sana lebih parah, karena jalannya ditutup dengan coran tembok batu bata setinggi 2,5 meter.
Kejadiannya pada April 2021 tahun lalu, dimana jalan umum di perumahan warga RT 01 RW 01 Kelurahan Penghentian Marpoyan, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau itu ditutup tembok.
Melansir Kompas, jalan aspal selebar tiga meter itu ditutup sang pemilik bernama Sayuti, padahal jalan tanpa nama ini adalah salah satu akses warga menuju Jalan Kaharuddin Nasution, yang juga jalan Lintas Sumatera.
Sudah sangat banyak pengendara sepeda motor dan mobil yang terlanjur masuk ke jalan itu, karena tidak tahu sudah dipasang tembok.
Wawan (40), salah seorang pengendara sepeda motor terpaksa putar balik.
“Saya kaget kok jalannya ditutup. Saya terpaksa balik lagi,” ujar Wawan saat diwawancarai Kompas.com, ujar Wawan.
Ia mengaku tidak tahu siapa yang menutup jalan itu. Namun, Wawan kesal melihat jalan umum tersebut ditutup. “Ya, kesal lah. Ini kan jalan umum kenapa ditutup,” kata Wawan.
Seorang pengendara ojek online, Rian (24) juga kesal terlanjur melintas di jalan tersebut. Padahal, dia sedang buru-buru untuk menjemput orderan.
“Menurut saya orang yang menutup jalan ini namanya pembodohan. Ini kan jalan umum, saya biasanya lewat di sini. Sekarang tahunya sudah dipasang tembok,” kata Rian dengan nada kesal.
Sementara itu, Ketua RW 01 Rahmat menyampaikan bahwa jalan tersebut ditutup oleh seorang pria bernama Nur Sayuti. Pria yang berusia sekitar 60 tahun itu, sebut Rahmat, mengklaim jalan tersebut adalah tanahnya.
“Kata dia itu tanah milik istrinya bernama Dian Sukma bertugas di Sekwan DPRD Kota Pekanbaru. Bapak Sayuti itu pensiunan Bea Cukai. Jalan ditutup sudah tiga hari dengan dipasang batu bata,” kata Rahmat saat diwawancarai Kompas, Kamis.
Lebih lanjut, dia mengatakan, jalan itu sudah di aspal sejak 13 tahun yang lalu. Selama itu, tidak ada masalah yang terjadi.
Namun, sejak beberapa hari terakhir, timbul masalah setelah Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pekanbaru memasang lampu merah di perempatan jalan tersebut.
“Dia (Sayuti) marah kenapa orang Dishub tidak izin pasang lampu merah. Setelah itulah dipasangnya batu bata untuk menutup jalan,” ujar Rahmat.
Masalah ini, tambah dia, sudah menjadi perhatian pemerintah kelurahan. Lurah Penghentian Marpoyan bersama kepolisian akan memanggil Sayuti untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Jalan Sungai Rongkong Palopo Ditutup, Begini Masalahnya
Sementara itu, di kota Palopo sendiri, sengketa lahan badan jalan yang milik warga setempat dengan pemerintah terus berlanjut.
Konon jalan tersebut sudah 45 tahun digunakan oleh warga setempat dan pengguna jalan yang melintas disitu.
Andi Muhammad Saleh adalah salah satu dari 42 orang ahli waris yang kini menuntut kompensasi kepada pemerintah, karena selama ini pihaknya mengklaim pajak jalan umum itu keluarga mereka yang bayar.
Nah mendengar kabar ada warga menutup Jl. Poros Sungai Rongkong membuat walikota Palopo HM Judas Amir merasa kaget. Kok bisa?
Penyebab utamanya adalah Pajak Bumi Bangunan (PBB) masih atas nama keluarga besar Andi Muhammad Saleh yang wajib dibayar pajaknya di Dispenda (Bapenda) kota Palopo.
Kasus ini tentu saja membuat warga utamanya pengguna jalan juga ikut resah.
Pasalnya, akses jalan yang telah dilalui pengguna jalan selama 45 tahun itu untuk aktivitas sehari-hari seperti memuat hasil tambak dan ikan dari tempat pelelangan ikan (TPI) sejak tahun 1977 itu, kini harus ditutup. Waduh!
“Setelah kami tutup jalan itu dan kabarnya sampai ke walikota, pak lurah bilang ke kami bahwa walikota mengaku kaget mendengar penyebab penutupan jalan ini.”
“Katanya di usia walikota yang sekarang, dia mengaku tidak pernah mendengar ada jalan umum yang pajaknya dibebankan ke masyarakat dan itu barusan terjadi,” kata Andi Saleh menirukan ucapan Lurah Salobulo, Kamis, 14 Juli 2022 kemarin, melansir Palopo Pos.
Walhasil, orang nomor satu di kota Palopo itu kemudian meminta agar mereka dipertemukan, rencananya pada Senin, 18 Juli 2022 pekan depan.
Andi Saleh sang ahli waris mengutarakan alasannya bahwa hingga sampai saat ini, jalan umum tersebut masih berstatus hak milik keluarganya karena belum pernah dihibahkan ke pemerintah.
Buktinya, pihaknya masih disuruh membayar pajak PBB atau BPHTB, dengan tagihan sebesar Rp7,5 juta.
Bahkan menurut dia, pihaknya pernah meminta ke Bapenda (waktu itu masih Dispenda Luwu, red) untuk tidak membebani keluarganya dengan pajak bumi bangunan atas jalan tersebut. Akan tetapi tidak ada pilihan lain, karena menurut Bapenda lahan jalan tersebut masih milik keluarga Andi Saleh, dasarnya adalah surat induk tanah.
Jadi, kita tunggu saja pekan depan, semoga ada solusi bijaksana atas peristiwa ini.
(*)